Peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945 merupakan momen paling menentukan dalam sejarah penggunaan senjata nuklir. Dua kota di Jepang itu menjadi saksi awal kekuatan destruktif bom atom, sekaligus menandai perubahan besar dalam dinamika peperangan dan hubungan internasional di abad ke-20.
Pada tanggal 6 Agustus 1945, pesawat pengebom Amerika Serikat, Enola Gay, menjatuhkan bom atom pertama yang diberi nama “Little Boy” di kota Hiroshima. Ledakan dahsyatnya menghancurkan sebagian besar kota dan menewaskan sekitar 140.000 orang dalam hitungan bulan akibat ledakan langsung, luka bakar, dan radiasi. Tiga hari kemudian, pada 9 Agustus, bom kedua “Fat Man” dijatuhkan di Nagasaki, menewaskan sekitar 70.000 orang dan meluluhlantakkan kota pelabuhan yang strategis tersebut.
Tujuan utama dari penggunaan bom atom oleh Amerika Serikat adalah untuk memaksa Jepang menyerah tanpa syarat dan mengakhiri Perang Dunia II secepat mungkin. Tindakan ini memicu perdebatan besar, baik saat itu maupun hingga kini, mengenai moralitas dan keperluan penggunaan senjata https://thesilit.com/id/ pemusnah massal terhadap target sipil. Beberapa pihak melihatnya sebagai langkah untuk menyelamatkan jutaan nyawa di masa depan, sementara yang lain menganggapnya sebagai tragedi kemanusiaan yang seharusnya dihindari.
Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki tidak hanya mengakhiri perang, tetapi juga membuka era baru: era nuklir. Dunia menyadari potensi mengerikan dari senjata ini dan memulai perlombaan senjata nuklir yang berlangsung sepanjang Perang Dingin. Sejak saat itu, diskusi tentang perlucutan senjata dan pengendalian teknologi nuklir menjadi isu utama dalam diplomasi internasional.
Kedua kota ini kini menjadi simbol perdamaian dan pengingat akan bahaya luar biasa dari perang nuklir. Hiroshima dan Nagasaki adalah titik balik yang mengajarkan dunia bahwa kemajuan teknologi harus selalu diiringi dengan pertimbangan moral dan tanggung jawab kemanusiaan.